Tangerang, [ MNRTV News ] Satuan Reserse Narkoba (Satresnarkoba) Polresta Tangerang berhasil mengungkap kasus besar peredaran obat keras daftar G, yakni jenis Tramadol, Hexymer, dan Yarindo, dengan total barang bukti sebanyak 94.450 butir. Pengungkapan ini dilakukan di wilayah Pasar kemis, Kabupaten Tangerang.
Kapolresta Tangerang, Kombes Pol Baktiar Joko Mujiono, S.I.K., M.M., melalui Kasat Narkoba Kompol Maryadi, S.H., S.I.K., M.H., menjelaskan bahwa pengungkapan bermula dari laporan masyarakat yang tidak ingin disebutkan identitasnya. Laporan tersebut diterima pada Rabu, 12 Maret 2025, yang menyebutkan adanya dugaan peredaran obat keras di wilayah Pasar kemis.
“Menindaklanjuti informasi tersebut, tim Satresnarkoba melakukan penyelidikan intensif dan berhasil menangkap tersangka MS alias Coki (35) pada Sabtu, 29 Maret 2025 sekitar pukul 21.30 WIB di pinggir jalan Perumahan Puri Cendrawasih, Desa Sukamantri, Kecamatan Pasar kemis,” ujar AKP Sunarto saat konferensi pers.
Dari hasil penggeledahan terhadap kendaraan tersangka, ditemukan 50 butir Tramadol. Selanjutnya, sekitar pukul 22.00 WIB, dilakukan penggeledahan di rumah kontrakan tersangka di Kelurahan Kuta Baru, Pasarkemis, dan ditemukan:
16.250 butir Tramadol dalam plastik hitam
30.150 butir Tramadol dalam kotak kardus
40.000 butir Hexymer dalam 40 botol
8.000 butir Yarindo dalam 8 bungkus
Tersangka mengakui bahwa seluruh obat-obatan tersebut merupakan miliknya dan rencananya akan dijual kembali melalui sistem cash on delivery (COD) di wilayah Tangerang Raya. Ia juga mengaku telah membeli obat-obatan tersebut sebanyak 17 kali dari seseorang bernama “Mr. Kuang”.
Keuntungan penjualan Tramadol diperkirakan sebesar Rp35.000 per 100 butir, sedangkan dari Hexymer mencapai Rp222.000 per botol, dengan total keuntungan sekitar Rp33 juta.
Barang bukti tambahan yang diamankan:
9 buku catatan transaksi
1 unit handphone iPhone 14 Pro
1 unit sepeda motor Honda Scoopy
1 kotak kardus
STNK dan kunci kendaraan
Tersangka MS alias Coki kini ditahan di Rutan Polresta Tangerang dan dijerat dengan Pasal 435 jo Pasal 138 ayat (2) Undang-Undang RI Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. Ancaman hukumannya adalah pidana penjara maksimal 10 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar.