Jakarta, [ MNRTV News ] Aktor senior Ki Slamet Raharjo mengobarkan semangat perjuangan dalam mempertahankan Gedung Film saat menghadiri acara Halal Bihalal dan HUT Persatuan Karyawan Film dan Televisi Indonesia (KFT Indonesia), Senin (14/4/2025) di Gedung Pusat Perfilman Haji Usmar Ismail (PPHUI), Jakarta Selatan.
“Rambut saya sudah hitam, mari kita perang!” seru Ki Slamet dari atas panggung, mengundang tepuk tangan hadirin.
Pernyataan itu dilontarkannya sebagai bentuk keprihatinan dan ajakan perlawanan terhadap rencana pengosongan Gedung Film oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia (Kemenparekraf RI).
Dalam kesempatan tersebut, Ki Slamet menerima penghargaan Lifetime Achievement Award atas dedikasi dan pengabdiannya bagi dunia perfilman tanah air. Namun, suasana haru berubah menjadi semangat perlawanan saat ia menyinggung isu pengosongan gedung yang dinilainya sebagai bentuk pengabaian terhadap sejarah dan perjuangan insan perfilman nasional.
“Gedung Film bukan sekadar bangunan, tetapi simbol identitas dan semangat perjuangan perfilman Indonesia,” tegasnya. Penampilannya yang sengaja mewarnai rambutnya menjadi hitam menjadi simbol kesiapan untuk kembali berjuang.
Belum Ada Kepastian
Ketua Badan Perfilman Indonesia (BPI), Gunawan Paggaru, mengungkapkan bahwa hingga kini belum ada surat resmi dari Kemenparekraf kepada organisasi perfilman terkait pengosongan gedung tersebut. Kondisi ini menimbulkan ketidakpastian dan kekhawatiran di kalangan komunitas film.
Sementara itu, Ketua Yayasan PPHUI, Sonny Pudjisasono, menuturkan bagaimana para tokoh perfilman selama bertahun-tahun memperjuangkan gedung tersebut agar tetap menjadi pusat kegiatan bersama.
Gedung Film Pesona Indonesia yang berlokasi di Jl. Letjen M.T. Haryono Kav. 47, Pancoran, Jakarta Selatan, dibangun pada 1984 dan rampung tahun 1987. Dana pembangunannya bersumber dari tukar guling sejumlah aset serta hibah dari Badan Pertimbangan Perfilman Nasional (BP2N) senilai Rp4,8 miliar dari total biaya Rp10,5 miliar.
Gedung ini selama bertahun-tahun menjadi rumah bagi berbagai organisasi perfilman, antara lain BPI, PARFI, ASIREVI, SENAKKI, dan PAFINDO.
Simbol Perlawanan
Rencana pengosongan Gedung Film menimbulkan ketegangan antara pemerintah dan komunitas perfilman. Bagi insan film, gedung ini bukan hanya aset fisik, tetapi simbol keberadaan dan eksistensi mereka di tengah minimnya perhatian negara terhadap industri film nasional.
Ki Slamet Raharjo menutup orasinya dengan kembali mengingatkan pentingnya solidaritas di kalangan insan film:
“Rambut saya sudah hitam, mari kita perang!”
Pernyataan tersebut bukan seruan anarkis, melainkan ekspresi kecintaan dan bentuk kritik keras terhadap ketidakberpihakan pemerintah terhadap masa depan perfilman Indonesia. (DD/YD)