MNRTV NEWS, Jakarta – Penanganan tambang ilegal di Sulawesi Tengah kembali menjadi sorotan.
Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Sulawesi Tengah mengungkapkan telah mengidentifikasi 13 titik pertambangan tanpa izin (PETI) yang tersebar di berbagai wilayah, tanpa dukungan respons dari aparat kepolisian daerah.
Kepala ESDM Sulteng, Haris Kariming, menyebutkan bahwa investigasi ini merupakan hasil kerja Tim Inspektur Tambang (TIT) dari Kementerian ESDM. Mayoritas titik tambang ilegal ditemukan di Kabupaten Parigi Moutong.
“Sebanyak 13 titik PETI telah kami petakan. Wilayah terbanyak berada di Parigi Moutong,” kata Haris.
Tiga titik berada di Desa Lobu, dengan luas total 21,6 hektare, sebagian besar di kawasan hutan lindung. Dua titik lain masing-masing seluas 12,8 hektare dan kurang lebih 1 hektare. Di Desa Kayuboko, tambang ilegal ditemukan di lahan 72,371 hektare yang telah beberapa kali disurati untuk ditertibkan.
Lokasi lain termasuk Buranga (Ampibabo), Tirtanagaya (Bolano Lambunu), Sungai Tada (Tinombo Selatan), Desa Sijoli (Moutong), Kasimbar Barat dan Kasimbar, serta Salubanga (Sausu) dengan area seluas 1.165 hektare yang kini diusulkan sebagai Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR).
Tambang ilegal juga ditemukan di Kabupaten Poso (Dongi-Dongi), Kabupaten Banggai (Toili Barat), serta dua titik di Kabupaten Buol, masing-masing di Desa Bulubalang dan Dopalak. Bahkan di Kota Palu sendiri, PETI telah lama beroperasi dalam wilayah kontrak karya PT Citra Palu Minerals (CPM) di Kelurahan Poboya.
Menurut Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Sulteng, Sadli Lesnusa, keberadaan PETI sangat jelas melanggar hukum dan perlu segera ditertibkan.
“PETI tidak hanya merusak lingkungan, tetapi juga tidak memberikan kontribusi apa pun kepada daerah atau negara,” tegas Sadli.
Ia menambahkan bahwa faktor penyebab maraknya PETI meliputi keterbatasan modal, lemahnya pemahaman hukum pelaku usaha, serta proses perizinan yang dianggap rumit.
ESDM menegaskan pentingnya data dan pemetaan akurat guna mendukung penertiban oleh pemerintah daerah dan Aparat Penegak Hukum (APH). Sayangnya, hingga berita ini ditayangkan, belum ada tanggapan dari Kapolda Sulteng Irjen Pol Agus Nugroho atas laporan tersebut.