Jakarta, [ MNRTV News ] Koalisi Pembela Insan Musik Indonesia (KLaSIKA) menyerukan revisi dan kejelasan hukum terkait beberapa pasal dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (UUHC).
Mereka menilai Pasal 9 ayat (2) serta Pasal 113 ayat (2) jo. Pasal 9 ayat (1) berpotensi menghambat kebebasan berekspresi dan kreativitas musisi di Indonesia.
Sebanyak enam orang musisi yang tergabung dalam KLaSIKA mengajukan permohonan uji konstitusional terhadap aturan tersebut. Mereka menilai ketentuan dalam UUHC membatasi hak berekspresi serta hak masyarakat untuk menikmati karya musik yang mereka bawakan.
Ketua Tim KLaSIKA, Fredrik J. Pinakunary, menegaskan bahwa aturan yang ada saat ini telah menimbulkan ketidakpastian hukum bagi musisi.
“Para musisi yang telah membayar royalti secara itikad baik melalui Lembaga Manajemen Kolektif (LMK)/Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN), atau bahkan langsung kepada pencipta, kini menghadapi ancaman pidana jika tidak memperoleh izin langsung dari pencipta. Ini menghambat kreativitas mereka dan merugikan masyarakat yang ingin menikmati musik,” ujar Fredrik, (14/3).
Ancaman bagi Kebebasan Berkarya
Para pemohon uji materi ini dikenal sering membawakan lagu-lagu populer, baik dari musisi Barat seperti The Beatles dan Everly Brothers, maupun lagu-lagu lawas Indonesia seperti Panbers, Farid Hardja, dan D’Mercy’s. Mereka menilai bahwa permintaan publik agar mereka menyanyikan lagu-lagu tersebut menjadi bagian penting dari karier mereka sebagai musisi.
“Hak berekspresi dan hak mencari nafkah tidak boleh dibatasi oleh aturan yang tidak memberikan kepastian hukum. Insan musik yang sudah membayar royalti seharusnya tidak diancam hukuman pidana hanya karena belum memperoleh izin langsung dari pencipta,” tambah Fredrik.
Seruan Keadilan bagi Insan Musik
KLaSIKA menekankan bahwa keadilan harus berlaku bagi semua pihak, baik pencipta lagu maupun musisi yang menampilkan karya tersebut di hadapan publik.
Fredrik menilai bahwa aturan saat ini berpotensi menimbulkan ketidakadilan, di mana pencipta dapat secara sepihak melarang musisi membawakan lagu mereka atau menetapkan biaya izin yang tidak wajar.
“Tidak boleh ada diskriminasi antara artis terkenal dengan musisi lainnya. Setiap insan musik memiliki hak yang sama untuk berkarya dan menghibur masyarakat,” tegas Fredrik.
KLaSIKA berharap Mahkamah Konstitusi dapat memberikan putusan yang adil sehingga musisi Indonesia dapat terus berkarya tanpa rasa takut dan dalam kepastian hukum yang jelas. ***